Band alternatif Jepang asal Malang, Hyakushiki, kembali meramaikan skena musik dengan merilis single kedua mereka yang berjudul “Nemesism”. Setelah sukses dengan debut single “Legacy” pada Januari 2024, Hyakushiki kini menghadirkan eksplorasi musikal yang lebih dalam dengan menggabungkan elemen J-Pop, J-Rock, dan Hardcore.
"Nemesism" mengisahkan pergulatan seseorang yang berjuang melawan mental illness, khususnya depresi dan post-traumatic stress disorder (PTSD). Lagu ini berusaha mengekspresikan perasaan terisolasi dan perjuangan untuk bangkit meskipun terus dihantui oleh kondisi tersebut. "Tema ini diangkat sebagai bentuk ekspresi diri dan harapan agar orang-orang di luar sana lebih memahami apa yang dirasakan oleh mereka yang mengalami kondisi serupa," ujar Vero, vokalis Hyakushiki. Ia juga mengungkapkan bahwa lirik lagu ini terinspirasi dari pengalaman pribadinya selama 9-10 tahun berjuang melawan depresi.
Pesan utama dari “Nemesism” adalah bahwa setiap individu yang mengalami tantangan mental tidak sendirian. "Kami ingin menyampaikan bahwa ada banyak orang yang merasakan hal yang sama. Meskipun mencari bantuan bisa terasa sulit karena stigma sosial, tetaplah berjuang dan jangan menyerah," tambah Vero.
Berbeda dengan “Legacy”, yang lebih condong ke alternatif pop Jepang, Nemesism menawarkan warna musik yang lebih kompleks. Dengan memasukkan elemen hardcore ke dalam komposisi mereka, Hyakushiki menghadirkan dinamika yang lebih eksplosif dalam lagu ini.
"Ide awalnya muncul dari beat drum Welly, yang terinspirasi dari band hardcore kami, Angerfire. Kami mencoba mencari titik tengah agar elemen hardcore ini tetap menyatu dengan unsur musik Jepang yang menjadi ciri khas Hyakushiki," jelas Oka, gitaris Hyakushiki.
Proses produksi lagu ini juga mendapatkan sentuhan dari Ervan, yang turut memberikan arahan dalam penyusunan komposisi dan sound design. "Mas Ervan banyak memberikan saran selama proses pembuatan guide lagu ini, sehingga kami merasa cocok untuk mempercayakan produksi penuh Nemesism kepadanya," tambah mereka.
Terbentuk sejak 2006, Hyakushiki telah mengalami beberapa perubahan formasi dan gaya musik. Awalnya terpengaruh oleh band-band J-Rock seperti Luna Sea, Siam Shade, dan L'Arc~en~Ciel, kini Hyakushiki lebih dikenal sebagai band alternatif pop Jepang dengan eksplorasi genre yang semakin luas. "Perubahan personel dari waktu ke waktu juga mempengaruhi evolusi musik kami, karena setiap anggota membawa pengaruh genre yang berbeda-beda," ungkap Sandhi, bassist Hyakushiki. Sejak awal perjalanan mereka, Hyakushiki telah menjadi bagian penting dari skena pop kultur Jepang di Malang dan sekitarnya. Salah satu momen paling berkesan bagi band ini adalah ketika mereka tampil di dua kota berbeda dalam satu hari pada tahun 2023, serta ketika salah satu cover mereka mendapat perhatian dari gitaris L'Arc~en~Ciel di platform X (Twitter).
Dengan dirilisnya “Nemesism”, Hyakushiki semakin mantap dalam mengembangkan identitas musikal mereka. Lagu ini juga akan menjadi bagian dari album atau EP yang sedang mereka persiapkan. Selain tampil di berbagai event pop culture dan non-pop culture, mereka juga berencana memperluas jangkauan promosi ke berbagai platform digital dan media online, bahkan menjajaki kemungkinan promosi melalui radio.
"Nuansa hardcore dalam lagu ini bukan berarti arah baru bagi Hyakushiki, melainkan sebagai upaya memperkaya eksplorasi musik kami. Kami tetap akan mempertahankan identitas alternatif pop Jepang yang menjadi ciri khas kami," jelas mereka.
Hyakushiki berharap “Nemesism” dapat diterima dan dikenal lebih luas oleh para penikmat musik, tidak hanya di kalangan komunitas Jejepangan, tetapi juga di industri musik tanah air secara umum. "Kami ingin lagu ini menjadi suara bagi mereka yang sedang berjuang melawan mental illness, sekaligus menjadi karya yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan," tutup mereka.
Single "Nemesism" sudah tersedia di semua platform streaming digital mulai 25 Februari 2025 di bawah naungan Pojok Nihon Music.